Download

Pesantren Sebagai Pilar Bangsa

Posted: Senin by Eim Albar in Label:
0


PESANTREN SEBAGAI PILAR BANGSA (1)

Pesantren sebagai salah satu "warisan" lembaga pendidikan Islam tertua dan asli Indonesia (indigenous) memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan bangsa. Sudah sejak awal berdirinya, pesantren selalu terlibat dalam persoalanpersoalan kebangsaan. Melalui kepemimpinan para ulama/kyai yang memiliki kekuatan spiritual, iman yang teguh, keikhlasan berjuang, dan ketangguhan moral, pesantren-pesantren yang tersebar di pedesaan-pedesaan telah berperan besar dalam menjaga keutuhan bangsa Indonesia dari upaya pemecah-belahan penjajah. Peran dan posisi seperti itu akan terus berjalan dan dilakukan oleh para ulama sebagai perwujudan kecintaan pada tanah air, kesadaran akan perlunya kedamaian dan perdamaian, kesetaraan nilai-nilai kemanusiaan, dan komitmen pada keutuhan negara Indonesia sebagai bangsa yang besar, luas, dan bermartabat.

Pertemuan pimpinan Pondok Pesantren ini kami nilai sangat penting bila dikaitkan dengan kondisi kebangsaan kita saat ini. Perkembangan demokrasi, penegakan hak-hak asasi manusia, dan kemajuan di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pendidikan patut kita lihat sebagai sebuah proses menuju perbaikan. Namun, kemajuan itu tidak boleh melenakan kita bahwa hingga hari ini Indonesia masih dililit oleh persoalan-persoalan krusial yang tak kunjung menemukan titik penyelesaian. Merosotnya nilai-nilai moral, mulai kendornya semangat persatuan dan kesatuan bangsa, serta menguatnya kecenderungan sebagian kelompok masyarakat untuk menyelesaikan masalah dengan "jalan pintas" adalah beberapa indikator merosotnya nilai-nilai kebangsaan yang dulu kita banggakan. Sungguh memprihatinkan bahwa merosotnya nilai-nilai kebangsaan itu dengan cepat menjangkiti berbagai lapisan masyarakat. Kondisi tersebut bila tidak segera dicarikan solusinya, pasti akan mengarah pada timbulnya disintegrasi bangsa dan runtuhnya sendi-sendi bangsa. Pada tataran. inilah peran pesantren dan para kyai/ulama sangat diharapkan karena pesantren diakui sebagai "penjaga moral" dan garda terdepan untuk memperkuat sendi-sendi kebangsaan. Memang, pesantren tidak sendirian (dan tidak bisa sendirian) dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang rumit dan lebih besar ketimbang kelembagaan pesantren itu sendiri. Kita

PESANTREN SEBAGAI PILAR BANGSA (2)
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam di Indonesia sebagai bagian dari pendidikan nasional yang memiliki kontribusi tidak kecil dalam pembangunan pendidikan nasional atau kebijakan pendidikan nasional. Kontribusi pesantren yang sangat signifikan adalah dalam proses mencerdaskan bangsa, khususnya dalam konteks perluasan akses dan pemerataan pendidikan. Pesantren membuka akses atau kesempatan yang lebih luas bagi masyarakat dari berbagai golongan dan tingkatan di masyarakat dan menjangkau daerah-daerah terpencil sekalipun. Dari sejarahnya, keberadaan pesantren mendapatkan hambatan dan tekanan dari Pemerintah Kolonial Belanda. Pesantren diawasi secara sangat ketat, didiskriminasikan, dan terus dihambat perkembangannya. Pemerintah kolonial mencurigai peran penting pondok pesantren dalam mendorong gerakan-gerakan nasionalisme dan prokemerdekaan di Hindia Belanda. Pemerintah Kolonial menolak eksistensi pondok pesantren dalam sistem pendidikan yang hendak dikembangkan di Hindia Belanda. Kurikulum maupun metode pembelajaran keagamaan yang dikembangkan di pondok pesantren bagi pemerintah kolonial, tidak kompatibel dengan kebijakan politik etis dan modernisasi di Hindia Belanda. Berbagai hambatan dari pemerintah kolonial inilah yang menjelaskan mengapa pesantren berkembang di daerah-daerah pelosok dan terpencil sebagai lembaga pendidikan yang pengelolaan maupun sumber pendanaannya berbasis masyarakat. Oleh karena itu pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mandiri. Kemandirian ini pun terus berkembang hingga saat ini dengan mendapatkan perhatian yang positif dari pemerintah untuk mengembangkannya menjadi lembaga pendidikan yang bermutu.

Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan Islam yang Bermutu
Kebijakan dan program-program Departemen Agama dalam rangka mengembangkan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang bermutu mengacu pada tiga pilar pembangunan pendidikan nasional. Pada pilar pertama yaitu perluasan dan pemerataan akses, memberikan kesempatan kepada pesantren-pesantren untuk mengembangkan lembaga pendidikannya sehingga bisa menampung banyak santri (peserta didik), terutama dalam rangka menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Pada pilar kedua yaitu peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan, menghasilkan lulusan pesantren yang setara dengan sekolah maupun madrasah, serta memiliki kemampuan-kemampuan seperti yang diatur oleh undang-undang tanpa mengurangi khittah asli pesantren. Khittah pesantren adalah santrinya mampu mendalami ilmu-ilmu keislaman. Santri di samping mendalami ilmu-ilmu keislaman kalau ingin disetarakan dengan lulusan sekolah atau madrasah, maka harus mengikuti kurikulum-kurikulum tertentu yang didalamnya terdapat keterampilan atau kemampuan yang harus dimiliki. Agar pesantren memperoleh pengakuan kesetaraan dengan lulusan madrasah atau sekolah diberikan sertifikat atau syahadah. Agar syahadah nanti diperoleh lulusan pesantresn diakui sama, maka bukan hanya kurikulum saja, tetapi standar-standar yang ditetapkan oleh pemerintah harus diikuti. Pilar ketiga yaitu peningkatan tata kelola, akuntabilitas, transparansi, dan pencitraan publik, pesantren jangan tergantung kepada orang tetapi kepada suatu sistem. Artinya, tidak tergantung kepada seorang kiyai yang biasanya menjadi pemimpin pesantren. Jika kiyai itu mundur atau meninggal, maka tidak ada penerusnya. Keadaan seperti ini akan menjadikan pesantren mengalami kemunduran. Namun jika tergantung pada sistem, hal seperti ini tidak akan terjadi, karena jika kiyai yang menjadi pengelola pesantren itu mundur atau meninggal, maka masih ada yang akan mengelolanya yaitu orang-orang yang sudah ditentukan. Oleh karena itu di pesantren pun diperlukan manajemen. Dalam manajemen ada ungkapan getting thing done threw to other, membuat sesuatu selesai melalui orang lain. Jadi kalau seseorang ingin membuat sesuatu itu selesai, bukan orang itu yang akan mengerjakannya tetapi orang lain. Kalau orang itu yang mengerjakannya, bukan manajemen namanya tetapi pekerja biasa.
Kemandirian Pesantren
Meningkatkan kemandirian pesantren berarti meningkatkan pesantren dalam ikut membangun bangsa dan ikut memperkokoh rasa cinta terhadap tanah air dan bangsa. Pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan tertua di Indonesia. Pesantren yang dulunya suatu model pendidikan yang digunakan oleh agama lain yaitu Budha, di mana orang-orang yang ingin mempelajari agama tinggal di suatu tempat yang dekat dengan tokoh agamanya sehingga bisa dibina secara intelektual maupun moral. Kemudian ketika datang agama Islam dan meneruskan tradisi seperti itu tetapi ajarannya yang berbeda. Ini adalah cara yang paling efektif di dalam mendidik manusia.
Ada beberapa ciri khas dari sebuah pesantren yaitu pertama, adanya pondok. Istilah pesantren sering disebut dengan pondok pesantren. Sebutan pondok berasal dari bahasa Arab yaitu fundug yang berarti asrama atau hotel. Disebut pondok karena di pesantren tersebut para santrinya bermukim atau menetap. Mereka menjalani kehidupan sehari-harinya di pondok tersebut. Namun ada pula santri tidak menetap di pondok/asrama yang sering disebut dengan santri kalong dan santri kelana. Santri kalong biasanya datang ke pesantren ketika akan belajar/ngaji saja kemudian pula ke tempat tinggalnya. Santri kelana adalah santri yang berpindah-pindah dari satu pesantren ke pesantren lainnya untuk belajar/ngaji. Mereka menetap di pondok agar lebih memusatkan perhatiannya dalam mempelajari kitab-kitab. Para santri pun ingin merasakan kehidupan pesantren di sekitar kiyainya. Selain itu, pesantren berada pada tempat yang jauh dari tempat tinggal santri, biasanya pesantren itu berada di pedesaan. Ciri kedua, adanya kiyai yaitu gelar kehormatan untuk orang ahli agama sekaligus mempunyai dan memimpin pesantren. Namun ada pula tahapan yang harus ditempuh oleh seseorang agar bisa dijadikan kiyai, yaitu dari santri muda, santri senior, asatid/guru, ustadz muda, ustadz senior, kiyai muda, dan kiyai senior. Ketiga, adanya masjid. Masjid sebenarnya merupakan pusat segala kegiatan. Masjid bukan hanya sebagai pusat ibadah khusus seperti shalat dan i’tikaf tetapi sebagai tempat untuk menegakkan syariat Islam, untuk da’wah, pengajaran memperluas wawasan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan/muamalat. Masjid untuk mencetak umat yang beriman, beribadah menghubungkan jiwa dengan khaliq, umat yang beramal shaleh dalam kehidupan masyarakat, pembentukan nilai-nilai akhlak yang mulia dan amaliah, menggerakkan potensi kekuatan umat lahir dan batin. Masjid faktor penting bagi pembentukan masyarakat Islam kuat dan rapi dengan adanya komitmen terhadap sistem, aqidah, dan tatanan Islam. Keempat, dipelajarinya kitab-kitab klasik, diantaranya yang dikenal dengan kitab kuning. Disebut kitab kuning karena kertas yang digunakan kitab-kitab pada saat itu dominannya berwarna kuning. Selain memiliki ciri khas, pesantren pun melakukan pengajaran dengan metode khusus.
Metode pengajaran di pesantren dikenal dengan sistem sorogan, khalaqah, atau kelas musyawarah. Sorogan merupakan metode pengajaran yang bersifat individual. Sorogan menekankan pada keaktifan santri untuk belajar penuh dengan kedisiplinan, ketaatan, atau kerajinan. Jika santri telah memahamni suatu materi pelajaran bisa secara aktif mengajukan diri untuk diperhatikan atau diuji oleh pengajarnya yaitu ustadz atau kiyainya. Metode lainnya adalah bandongan atau weton, yaitu santri tidak belajar individual tetapi berkelompok dalam jumlah yang banyak mendengarkan pengajar/ustadz yang membaca, menerjemahkan, mengulas, atau menerangkan kitab. Khalaqah atau kelompok kelas merupakan cara belajar dalam bentuk kelompok-kelompok di kelas dipimpin oleh santri senior atau ustadznya. Sedangkan kelas musyawarah adalah cara belajar ynag sifatnya klasikal seperti diadakannya seminar.
Pesantren bukan hanya mendidik untuk mengembangkan kemampuan intelektualnya saja, tetapi juga kemampuan-kemampuan lain, yaitu kemampuan emosional dan kemampuan spiritual, perilaku dan akhlak mulianya dididik melalui sistem pesantren. Ini adalah suatu cara atau metode pendidikan yang efektif dan bukan hanya dibuktikan oleh orang-orang Islam saja, melainkan orang-orang modern sudah mengikuti pola-pola seperti ini. Bahkan sekarang ada lembaga-lembaga pendidikan yang menerapkan pola seperti pesantren, di mana peserta didiknya tinggal di suatu tempat tetapi namanya diganti dengan nama lain, misalnya disebut dengan boarding school atau sekolah berasrama. Jadi pesantren ini sebetulnya merupakan suatu lembaga pendidikan warisan nenek moyang bangsa Indonesia yang perlu dipertahankan karena mengandung nilai yang positif. Ternyata cukup efektif untuk membangun sumber daya manusia yang nanti bisa berperan di dalam pembangunan nasional.
Jika ditelusuri tentang keberadaannya, pesantren ini sebetulnya merupakan suatu lembaga yang bukan hanya suatu tempat seperti pada umumnya, tetapi semuanya didirikan oleh masyarakat. Pesantren itu biasanya dimiliki oleh kiyai atau oleh masyarakat yang berasal dari wakaf. Bahkan pada umumnya pesantren itu tidak ada yang pengelolaannya dibantu oleh negara, sehingga pesantren itu benar-benar suatu lembaga pendidikan yang mandiri, tetapi memberikan kontribusi yang cukup berarti terhadap pembangunan pendidikan di Indonesia. Sehingga menjadi konsep pendidikan yang dicanangkan oleh lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengurusi bidang pendidikan dan kebudayaan (UNESCO) yang memberikan imbauan dan anjuran bahwa setiap negara harus menerapkan atau melaksanakan pendidikan untuk semua (education for all). Maksudnya adalah setiap warga negara usia sekolah seharusnya tidak boleh ada yang di luar sekolah atau madrasah. Penerapan education for all ini khusus untuk konteks negara Indonesia, sebagai salah satu anggota PBB, diterapkan dalam bentuk pendidikan wajib atau wajib belajar yang sedang diterapkan yaitu wajib belajar pendidikan dasar (wajar dikdas) sembilan tahun. Jika merujuk pada pengertian wajib dalam agama, karena dikatakan wajib belajar, maka orang yang meninggalkan kewajibannya itu akan memperoleh siksa dari Allah swt. nantinya. Sedangkan bagi orang yang melaksanakannya akan memperoleh pahala. Kalau wajib belajar itu diterapkan, maka seharusnya setiap muslim wajib mengikuti pelajaran. Bahkan menurut ajaran Islam wajib belajar itu bukan hanya sembilan tahun, tetapi minal mahdi ilallahdi, dari buaian ibu sampai ke liang lahat (meninggal). Namun dalam konteks pendidikan formal di negara kita, wajib belajar itu sekurang-kurangnya masuk sekolah atau wajib hadir dan mengikuti pendidikan di lembaga pendidikan baik itu sekolah, madrasah, atau pesantren.
Pesantren telah menunjukkan kiprahnya bahwa dia menyediakan lembaga pendidikan untuk orang-orang yang tidak bisa sekolah. Kalau kita melihat data statistik pada umumnya para santri ini adalah dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Umumnya yang menengah ke atas hanya sedikit yang mau masuk pesantren karena berbagai alasan. Hal ini terjadi karena pada umumnya di pesantren itu tidak pernah dipungut bayaran dan orang yang tidak mampu bisa memperoleh pendidikan dan bisa makan, yaitu dengan cara ikut bekerja membantu kiyainya seperti mengelola agribisnis atau peternakan. Pesantren mempunyai peran yang cukup besar di dalam rangka memandirikan orang, dan juga memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat kalau dikelola dengan baik. Misalnya, santri yang tidak punya biaya dia bisa belajar di pesantren. Untuk bekal keperluan hidupnya sehari-hari di pesantren dia bisa membantu kiyai yang kebetulan memiliki sawah, peternakan, atau usaha lain. Cara seperti ini terbukti berhasil untuk memandirikan pesantren dan santrinya. Sekarang pun pesantren yang dibina oleh pemerintah Departemen Agama mampu menyelenggarakan dan menghimpun keuntungan-keuntungan yang cukup besar dari usaha-usaha melalui kegiatan swadaya yang juga melibatkan mayarakat luas di sekitar pesantren dan menghasilkan keuntungan yang cukup besar bisa untuk membiayai kehidupan pesantren dan santrinya.
Pesantren sudah membuktikan bahwa sekarang bisa memberdayakan umat sebagai upaya mengisi kemerdekaan, setelah dahulu pun pesantren berperan memproklamasikan kemerdekaan. Jadi yang harus dilakukan supaya pesantren-pesantren yang jumlahnya cukup banyak adalah dengan pemberdayaan pesantren tersebut. Pemberdayaan yang dilakukan antara lain pertama, santri-santri yang punya kemampuan tinggi diberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. Santri-santri tersebut ternyata memperoleh hasil yang luar biasa baiknya sehingga menjadi sumber daya manusia yang bagus pula. Jadi kalau memang betul-betul mengelola pesantren dengan baik, maka akan menghasilkan sumber daya manusia yang baik pula. Sumber daya manusia inilah yang akan membuat Indonesia baru di masa yang akan datang. Mereka mempunyai kemampuan intelektual yang bagus, kemampuan keislaman yang bagus pula, dan insya Allah berakhlak mulia (akhlakul karimah). Kedua, pesantren melatih keterampilan-keterampilan tertentu kepada santrinya lalu menularkan keterampilan-keterampilan itu kepada pesantren lainnya, sehingga membentuk kelompok-kelompok yang nantinya bisa memberdayakan masyarakat sekitarnya. Ketiga menjalankan program-program pemberdayaan yang dibina dan dibimbing oleh lembaga-lembaga pendidikan tinggi untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan santri dari aspek pengetahuan atau keterampilannya. Kemandirian yang ditunjukan pesantren ini menjadikannya tidak memiliki ketergantungan terhadap pemerintah. Kalaupun diberikan bantuan mereka akan mengelolanya dengan amanah.
Untuk mewujudkan pesantren yang mandiri dihadapkan pada suatu tantangan yang sangat berat seperti pada era globalisasi ini. Dunia sudah tidak ada batasan-batasan lagi. Pada awalnya globalisasi hanya pada beberapa aspek kehidupan saja yaitu food (makanan), fashion (pakaian), dan fun (hiburan). Makanan (food) yang biasa disantap oleh orang-orang di negara lain dengan mudah didapatkan di negara kita. Begitu pula gaya berpakaian yang dikenakan oleh orang-orang asing yang cenderung bebas dengan cepat ditiru oleh bangsa kita, terutama generasi muda yang memang menyukai gonta-ganti mode pakaian. Padahal tidak sedikit mode pakaian itu yang bertentangan dengan adat atau norma-norma yang berlaku di masyarakat atau ajaran-ajaran agama. Tempat-tempat hiburan pun bisa ditemukan di mana-mana. Namun sekarang globalisasi sudah merambah ke berbagai aspek kehidupan terutama yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Dalam dunia yang yang sudah global ini perubahan yang terjadi dalam berbagai aspek kehidupan berlangsung sangat cepat karena pengaruh informasi yang datang silih berganti sehingga susah untuk dikendalikan. Perubahan-perubahan itu ada yang berdampak negatif ada pula yang positif. Dampak negatif ini dapat mengubah pengetahuan, sikap dan perilaku peserta didik ke arah yang jelek yang bertentangan dengan agama. Misalnya, gaya hidup yang tidak sesuai dengan ajaran-ajaran agama dan norma-norma di masyarakat. Dampak positifnya adanya kemajuan dalam bidang sains dan teknologi. Tantangan dan persaingan bukan hanya datang dari bangsa sendiri tetapi datang dari bangsa lain. Oleh karena itu, jika masih terkungkung dalam tradisi-tradisi konservatif, maka akan tertinggal. Namun bukan berarti harus mengikuti semua kemajuan tesebut. Artinya santri-santri bukan hanya menguasai ilmu-ilmu keislaman yang diperoleh dan dikaji dari kitab-kitab kuning saja di pondok pesantren, tetapi juga diberikan keterampilan-keterampilan yang bersumber dari ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, asalkan tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam.
Upaya Meningkatkan Kemandirian Pesantren
Dalam rangka meningkatkan kemandirian pesantren dalam perannya untuk kemaslahatan umat dan kesejahteraan masyarakat sedikitnya ada tiga hal yang harus dimiliki oleh pesantren, pertama, adalah pengembangan sumber daya manusia. Pengembangan sumber daya manusia di pesantren bukan hanya kepada pengurus, ustadz, atau kiyainya saja tetapi juga kepada para santrinya. Tentu saja dalam bidang-bidang yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Sebagai pengelola pesantren perlu mengerti bagaimana mengatur dan mengelola struktur organisasi/lembaga pendidikan yang bagus. Kegiatan mengelola ini sifatnya sederhana tetapi jika tidak mengikuti konsep-konsep ilmu pengetahuan yang baik, hasilnya belum tentu bagus. Kegiatan pengelolaan/manajemen ini tidak ada pertentangan dengan ajaran Islam. Mengelola itu dimulai dengan perencanaan, kemudian siapa pelakunya dan apa yang dilakukannya. Karena tidak semua melakukannya. Alat apa yang digunakan sebagai alat bantu dan bagaimana memanfaatkan alat-alat tersebut, inilah kegiatan pelaksanaan. Kemudian pelaksanaan ini tidak dibiarkan begitu saja tetapi diawasi/dikontrol. Kalau ada yang menyimpanag dalam kegiatan itu harus diluruskan lalu dievaluasi. Jadi konsep mengelola ini sangat sederhana dan tidak ada pertentangan dengan ajaran Islam.
Kedua, lembaga pesantren harus ditata. Pesantren harus bisa mengantisipasi faktor-faktor apa saja yang dibutuhkan masyarakat, seperti masyarakat membutuhkan orang-orang yang menguasai ajaran-ajaran agama Islam. Masyarakat pun membutuhkan orang-orang yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang dan akan berkembang semakin pesat sesuai dengan perkembangan jaman yang sekarang ini disebut jaman atau era globalisasi. Oleh karena itu pesantren melakukan penataan agar santri lulusannya mampu menguasai kebutuhan masyarakat tersebut yaitu orang yang menguasai ajaran-ajaran Islam sekaligus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk mewujudkan santri seperti itu maka setidaknya mereka harus memiliki enam keterampilan yaitu, kesatu menguasai atau mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi lisan atau tulisan, terutama menggunakan bahasa-bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa Arab, sehingga memperluas wawasan dan memudahkan melakukan interaksi dengan dunia global. Kedua, santri harus bisa menguasai ilmu-ilmu keislaman secara teorinya agar memiliki pemahaman tentang Islam yang kuat, teguh dan benar. Ketiga, santri menguasai ilmu-ilmu keislaman secara prakteknya agar dapat diaplikasikan dalam kehidupannya sehari-hari. Keempat, santri harus bisa membaca Al Quran dengan fasih dan memahami isinya minimal mengerti terjemahan atau artinya, karena di dalam Al Quran tersebut terdapat semua hal yang dibutuhkan oleh manusia. Namun jika Al Quran itu tidak dikaji, maka susah untuk menemukan makna kandungan Kitab suci tersebut. Kelima, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Jika santrinya gagap teknologi maka sulit untuk memanfaatkan potensi alam yang diciptakan untuk kemakmuran manusia ini. Keenam, menguasai teknologi informasi dan komunikasi atau information and communication technology (ICT), sehingga menambah dan memperluas cakrawala ilmu pengetahuan tanpa dibatasi tempat dan waktu, baik ilmu umum atau ilmu keagamaan. Santri-santri seperti inilah yang diharapkan oleh bangsa ini untuk membangun dan mengubah Indonesia menjadi negara yang mandiri tidak tergantung bantuan negara asing, sejahtera, adil, dan makmur. Mereka mampu memberdayakan sumber daya manusia dan sumber daya alam untuk kepentingan manusia yang banyak dilandasi dengan akhlak mulia sebagai bagian manusia rahmatan lil ‘alamiin, manusia yang menjadi rahmat bagi alam ini. Pada akhirnya pembangunan nasional dan hasil-hasilnya nanti selalu mendapatkan limpahan rahmat dan barokah dari Allah swt.
Ketiga, peningkatan kemandirian dengan melakukan upaya-upaya mencari dana melalui berbagai kegiatan seperti agribisnis, peternakan, perdagangan, koperasi, dan sebagainya, baik yang ada di lingkungan pesantren maupun di lingkungan sekitarnya. Kegiatan ini sangat berguna bagi santri tidak hanya ketika tinggal di pesantren, tetapi juga dalam kehidupan sebenarnya ketika mereka terjun di masyarakat. Kegiatan ini memberikan jiwa dan semangat kemandirian kepada santri untuk berwirausaha atau entrepreneurship yang mempersiapkan santri menjadi entrepreneur. Entrepreneurship dalam proses pendidikannya membekali santri dengan berbagai macam keterampilan (work skill) atau keterampilan hidup yang bisa memberikan bekal yang bermanfaat untuk menghidupi dirinya sendiri dengan tidak bergantung kepada orang lain. Dengan keterampilan kerja ini diharapkan santri mampu menciptakan lapangan kerja sendiri yang dapat melibatkan banyak orang untuk bekerja. Itulah salah satu hikmah dari hadits Rasulullah saw. bahwa manusia yang baik adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Pada akhirnya, langsung atau tidak langsung pesantren dan santrinya memberikan kontribusi yang besar dalam proses pendidikan dan pembangunan nasional karena entrepreneurship ini merupakan salah satu tulang punggung perekonomian suatu bangsa. Entrepreneurship tersebut dapat menyerap tenaga kerja yang banyak untuk mengurangi atau menghilangkan pengangguran atau kemiskinan yang masih cukup tinggi akibat krisis ekonomi yang masih belum bisa diatasi secara keseluruhan. Dengan memiliki jiwa dan semangat entrepreneurship menyebabnya adanya human capital atau kemampuan sumber daya manusia yang menjadi pondasi perekonomian negara yang kuat.
Kemandirian Santri
Santri dari berbagai pondok pesantren dinilai kemampuannya bukan hanya di dalam membaca kitab kuning di dalam tingkatan pengetahuan saja, tetapi berbagai tingkatan seperti memahami, menganalisis, serta mengaplikasikan apa yang tertulis dalam kitab-kitab kuning atau yang dituangkan oleh para pemikir Islam shalaf dalam kitab kuning itu. Pemahaman terhadap kitab kuning adalah kemampuan yang dimiliki santri di berbagai pondok pesantren khususnya pondok pesantren yang mengembangkan pendidikan salafiah karena itu pemahaman kitab kuning dianggap tolok ukur keberhasilan para santri di dalam menimba ilmu dalam pesantren. Meskipun demikian, melihat perkembangan pesantren, meskipun pesantren salafiah tetapi tidak hanya mengembangkan, memahami kitab kuning saja tetapi memahami cabang-cabang ilmu pengetahuan termasuk kategori sains dan teknologi. Namun tetap saja pemahaman kitab kuning dipandang sebagai tolok ukur keberhasilan santri di dalam menempuh pendidikan di pesantren bahkan ketika dia kembali ke masyarakat atau menjadi orang-orang yang membina pesantren biasanya itu menjadi tolok ukur di dalam menilai apakah kiayi atau ustadz yang sebetulnya. Lulusan pesantren itu menguasai ilmu agama atau tidak.
Para santri sesungguhnya dituntut memiliki kemampuan bukan hanya memahami kitab-kitab kuning tetapi juga menguasai dan memiliki kemampuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang sekarang sedang berkembang sangat pesat. Dengan demikian kemampuan ini bisa memberikan manfaat kepada banyak orang. Biasanya seseorang di masyarakat ukuran kebaikannya dirujukan dari salah satu hadits yang menyatakan sebaik-baiknya manusia adalah yang memberi manfaat kepada orang lain. Kita bisa melihat kenyataan kiyai-kiyai zaman dulu. Dahulu kiyai-kiyai tidak hanya melayani masyarakat mengajarkan kitab kuning semata, ketika ada warga sakit kiyai bisa memberikan pertolongan dan memberikan pengobatan secara tradisional. Bahkan ada keluarga yang bertengkar pun kiyai bisa memberikan konseling keluarga. Artinya kehadiran kiayi memberikan manfaat yang komprehensif di tengah-tengah masyarakat karena memiliki kemampuan komprehensif pula bukan hanya di bidang agama saja tetapi bidang lainnya juga.
Santri harus benar-benar belajar di pesantren masing-masing atau tafaqqu fiddin agar agama Islam tetap tegap berdiri dan eksis di muka bumi. Kalau tidak ada orang-orang yang mendalami agama kita khawatir ke depannya umat Islam ini tidak ada yang menguasai agama Islam bahkan yang ada para tukang pidato agama yang tidak mengerti tentang agama dalam konsep Islam. Hal ini sangat berbahaya, seperti sabda Rasulullah saw. dalam salah satu haditsnya bahwa di akhir zaman nanti banyak tukang pidato tentang agama yang menyesatkan dan dia pun sesat karena tidak mengerti agama dan sedikitnya ulama. Fenomena kekhawatiran menurunnya orang-orang yang tertarik untuk memahami agama Islam nampak juga dari sedikit sekali orang yang tertarik tentang ilmu keislaman. Di perguruan tinggi Islam banyak mahasiswa yang tidak mengambil ilmu yang berkaitan dengan agama. Dikhawatirkan orang yang mempelajari ilmu itu tidak cerdas. Hal ini mengkhawatiran, sehingga Rasulullah saw. mengingatkan dan mewanti-wanti kepada kita bahwa agama hanya untuk orang-orang yang cerdas, karena jika orang yang tidak cerdas memahami agama kecenderungannya akan menyesatkan, anarkis, dan liberalis.
Dalam agama Islam ilmu tanpa amal seperti orang tidak bertulang. Betapa pentingnya akal sebagai prinsip kehidupan dan betapa pentingnya akhlak sebagai seni kehidupan. Karena tanpa akhlak suatu bangsa tidak akan terus eksis di permukaan bumi. Sesungguhnya sesuatu umat tidak akan tetap eksis di permukaan bumi tanpa berakhlak mulia. Pada dasarnya sekarang ini kunci dari dunia ini berada pada masa yang berteknologi informasi yang dari tahun ke tahun mencapai seratus ribu kali lipat dalam dua tahun.
Kontribusi Pesantren dalam Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan tahun
Program wajib belajar pendidikan dasar (wajar dikdas) sembilan tahun dilaksanakan oleh Departemen Agama dengan mempertimbangkan kondisi dan wilayah geografis Indonesia yang sangat luas, dengan latar belakang sosial, budaya, dan ekonomi pendidikan yang heterogen. Program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun selain melalui satuan pendidikan formal MI dan MTs juga dilakukan melalui Pondok Pesantren Salafiah dan Pendidikan Kesetaraan (Paket A dan B). Pondok Pesantren Salafiah adalah pesantren yang memiliki tradisi lama. Sejak pencanangan gerakan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun melalui Inpres Nomor 1 tahun 1994, Pondok Pesantren Salafiah telah ditetapkan sebagai salah satu pola pendidikan dasar dengan “perlakukan tersendiri” dan penyetaraannya dengan pendidikan dasar. Pendidikan Kesetaraan (Paket A dan B) adalah pendidikan yang disetarakan dengan MTs. Seiring dengan dibukanya program Wajar Dikdas sembilan tahun pada Pondok Pesantren Salafiah dan Pendidikan Kesetaraan (Paket A dan B), jumlah Pondok Pesantren penyelenggara pendidikan kesetaraan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Ada pula Pendidikan Kesetaraan paket C pada Pondok Pesantren. Saat ini ada 903 Pondok Pesantren menyelenggarakan Pendidikan Kesetaraan (Paket C) dengan jumlah santri dan warga belajar sebanyak 46.374 orang.
Di samping Pondok Pesantren Salafiah ada pula Pondok Pesantren Mu’adalah yaitu satuan pendidikan keagamaan yang disetarakan dengan Aliyah/SMU. Setelah lahirnya PP Nomor 55/2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan, keberadaan Pondok Pesantren Muadalah ini akan diarahkan menjadi Pendidikan Diniyah Menegah Atas (PDMA) yang merupaka pendidikan keagamaan Islam format tingkat menengah. Saat ini, Pondok Pesantren Muadalah ini dilaksanakan di 38 Pondok Pesantren di Indonesia dengan jumlah santri peserta program muadalah sebanyak 61.744 dan dibimbing oleh 4635 guru/ustadz. Berkaitan dengan guru-guru pesantren itu sendiri terutama hak dan kewajibannya kalau dia ingin menjadi bagian dari satu sistem pendidikan nasional.
Pesantren Modern
Pesantren modern merupakan satu kebijakan untuk mengembangkan kualitas pesantren. Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan turut serta mendukung perkembangan pendidikan agama Islam yang berkualitas, yang mampu mengantarkan peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, berkepribadian, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mampu mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Di pesantren modern dalam sistem pembelajarannya menerapkan pendekatan integratif yaitu tidak adanya dikhotomi ilmu agama dan ilmu umum. Selain belajar Al Quran, Kitab-kitab dan ilmu agama lainya peserta didik pun belajar mata pelajaran lainnya atau pelajaran-pelajaran lainnya, sehingga dapat mengaitkan ilmu-ilmu agama dengan illmu umum atau dengan suasana kehidupan. Ada beberapa kemampuan yang diharapkan dapat dikuasai oleh peserta didik seperti mampu berkomunikasi dalam berbagai bahasa, minimal dua bahasa yaitu bahasa Inggris dan bahasa Arab, sehingga mampu berkomunikasi dan membaca kitab-kitab atau teks berbahasa Arab. Selain itu, peserta didik mampu membaca dan memahami Al Quran, dan mengerti terjemahannya. Bisa menjalankan praktek ibadah dengan baik dan benar. Kemampuan lainnya adalah menguasai dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti information and communikation technology (ICT). Dengan kemampuan-kemampuan yang dimiliki tersebut dapat memberikan bekal kepada peserta didik berupa perilaku yang berkualitas yaitu yang memiliki sains, ilmu pengetahuan dan teknologinya yang baik dan pemahaman dan pengamalan agama yang taat, baik, dan benar. membutuhkan kerjasama dari semua pihak, yaitu pemerintah, masyarakat, dan ulama, secara terencana dan berkesinambungan untuk memperbaiki kondisi masyarakat menjadi lebih baik. Dengan cara itu mudah-mudahan Allah SWT memberikan kekuatan kepada bangsa ini untuk keluar dari berbagai masalah, dan menjadi bangsa yang maju.
4. Sesungguhnya pesantren memiliki nilai-nilai keunggulan yang jarang dimiliki oleh lembaga lain. Nilai-nilai ini masih tetap relevan dengan kondisi kebangsaan saat ini. Kemandirian adalah salah satu nilai yang dimiliki pesantren. Berkat kemandirian itulah jumlah pesantren mengalami peningkatan secara signifikan sejak tiga dekade terakhir. Saat ini terdapat sekitar 13.000 pesantren yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia yang sejatinya merupakan potensi luar biasa untuk mediasi dan kampanye pembangunan. Selain menunjukkan tingkat keragaman pandangan pimpinan pesantren dan independensi kyai, jumlah ini memperkuat argumen bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan swasta yang sangat mandiri dan merupakan praktek pendidikan berbasis masyarakat (community based education). Cukup banyaknya pesantren dengan beragam corak itu juga penting ; pertama, dalam rangka realisasi gerakan "Pendidikan Untuk Semua" (Education For All). Kedua, akselerasi wajib belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas). Ketiga, meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) yang dituntut dalam kesepakatan berbagai negara (termasuk Indonesia) tentang MDG (Millenium Development Goal).
5. Keberadaan pesantren sebagai salah satu pilar bangsa ini perlu terus dikembangkan dan ditingkatkan. Dalam konteks pembangunan saat ini, pesantren perlu memiliki visi pembangunan yang jelas. Ada berbagai macam cara yang dapat dilakukan oleh pesantren, antara lain :
a. Sebagai agen dakwah. Dakwah merupakan misi suci yang sudah melekat dengan dunia pesantren. Akan tetapi, perkembangan dakwah saat ini perlu direspons secara kreatif oleh pimpinan pesantren sehingga sasaran dakwah bisa menjangkau lapisan masyarakat yang lebih luas dan tepat sasaran.
b. Penyemai sumberdaya manusia (SDM) yang tangguh dan unggul. Pesantren perlu mengembangkan pendidikan kewirausahaan dan ketrampilan yang memadai, agar para santri mampu menghadapi masa depannya dengan penuh optimis dan memiliki daya saing.
c. Mediator sosialisasi program pembangunan kepada masyarakat.
d. Mengembangkan wawasan kebangsaan. Pesantren perlu meningkatkan wawasan kebangsaan kepada para santri maupun masyarakat lingkungannya, agar mereka dapat hidup bersama dan berdampingan dengan berbagai kelompok masyarakat Indonesia yang multikultural, serta mampu menebarkan rahmat bagi lingkungannya.
Demikianlah, semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah- Nya bagi kita semua. Amin.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

PENGUATAN KEMANDIRIAN PESANTREN SEBAGAI UPAYA MEMBANGUN BANGSA (3)
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam di Indonesia sebagai bagian dari pendidikan nasional yang memiliki kontribusi tidak kecil dalam pembangunan pendidikan nasional atau kebijakan pendidikan nasional. Kontribusi pesantren yang sangat signifikan adalah dalam proses mencerdaskan bangsa, khususnya dalam konteks perluasan akses dan pemerataan pendidikan. Pesantren membuka akses atau kesempatan yang lebih luas bagi masyarakat dari berbagai golongan dan tingkatan di masyarakat dan menjangkau daerah-daerah terpencil sekalipun. Dari sejarahnya, keberadaan pesantren mendapatkan hambatan dan tekanan dari Pemerintah Kolonial Belanda. Pesantren diawasi secara sangat ketat, didiskriminasikan, dan terus dihambat perkembangannya. Pemerintah kolonial mencurigai peran penting pondok pesantren dalam mendorong gerakan-gerakan nasionalisme dan prokemerdekaan di Hindia Belanda. Pemerintah Kolonial menolak eksistensi pondok pesantren dalam sistem pendidikan yang hendak dikembangkan di Hindia Belanda. Kurikulum maupun metode pembelajaran keagamaan yang dikembangkan di pondok pesantren bagi pemerintah kolonial, tidak kompatibel dengan kebijakan politik etis dan modernisasi di Hindia Belanda. Berbagai hambatan dari pemerintah kolonial inilah yang menjelaskan mengapa pesantren berkembang di daerah-daerah pelosok dan terpencil sebagai lembaga pendidikan yang pengelolaan maupun sumber pendanaannya berbasis masyarakat. Oleh karena itu pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mandiri. Kemandirian ini pun terus berkembang hingga saat ini dengan mendapatkan perhatian yang positif dari pemerintah untuk mengembangkannya menjadi lembaga pendidikan yang bermutu.

Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan Islam yang Bermutu
Kebijakan dan program-program Departemen Agama dalam rangka mengembangkan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam yang bermutu mengacu pada tiga pilar pembangunan pendidikan nasional. Pada pilar pertama yaitu perluasan dan pemerataan akses, memberikan kesempatan kepada pesantren-pesantren untuk mengembangkan lembaga pendidikannya sehingga bisa menampung banyak santri (peserta didik), terutama dalam rangka menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Pada pilar kedua yaitu peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan, menghasilkan lulusan pesantren yang setara dengan sekolah maupun madrasah, serta memiliki kemampuan-kemampuan seperti yang diatur oleh undang-undang tanpa mengurangi khittah asli pesantren. Khittah pesantren adalah santrinya mampu mendalami ilmu-ilmu keislaman. Santri di samping mendalami ilmu-ilmu keislaman kalau ingin disetarakan dengan lulusan sekolah atau madrasah, maka harus mengikuti kurikulum-kurikulum tertentu yang didalamnya terdapat keterampilan atau kemampuan yang harus dimiliki. Agar pesantren memperoleh pengakuan kesetaraan dengan lulusan madrasah atau sekolah diberikan sertifikat atau syahadah. Agar syahadah nanti diperoleh lulusan pesantresn diakui sama, maka bukan hanya kurikulum saja, tetapi standar-standar yang ditetapkan oleh pemerintah harus diikuti. Pilar ketiga yaitu peningkatan tata kelola, akuntabilitas, transparansi, dan pencitraan publik, pesantren jangan tergantung kepada orang tetapi kepada suatu sistem. Artinya, tidak tergantung kepada seorang kiyai yang biasanya menjadi pemimpin pesantren. Jika kiyai itu mundur atau meninggal, maka tidak ada penerusnya. Keadaan seperti ini akan menjadikan pesantren mengalami kemunduran. Namun jika tergantung pada sistem, hal seperti ini tidak akan terjadi, karena jika kiyai yang menjadi pengelola pesantren itu mundur atau meninggal, maka masih ada yang akan mengelolanya yaitu orang-orang yang sudah ditentukan. Oleh karena itu di pesantren pun diperlukan manajemen. Dalam manajemen ada ungkapan getting thing done threw to other, membuat sesuatu selesai melalui orang lain. Jadi kalau seseorang ingin membuat sesuatu itu selesai, bukan orang itu yang akan mengerjakannya tetapi orang lain. Kalau orang itu yang mengerjakannya, bukan manajemen namanya tetapi pekerja biasa.
Kemandirian Pesantren
Meningkatkan kemandirian pesantren berarti meningkatkan pesantren dalam ikut membangun bangsa dan ikut memperkokoh rasa cinta terhadap tanah air dan bangsa. Pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan tertua di Indonesia. Pesantren yang dulunya suatu model pendidikan yang digunakan oleh agama lain yaitu Budha, di mana orang-orang yang ingin mempelajari agama tinggal di suatu tempat yang dekat dengan tokoh agamanya sehingga bisa dibina secara intelektual maupun moral. Kemudian ketika datang agama Islam dan meneruskan tradisi seperti itu tetapi ajarannya yang berbeda. Ini adalah cara yang paling efektif di dalam mendidik manusia.
Ada beberapa ciri khas dari sebuah pesantren yaitu pertama, adanya pondok. Istilah pesantren sering disebut dengan pondok pesantren. Sebutan pondok berasal dari bahasa Arab yaitu fundug yang berarti asrama atau hotel. Disebut pondok karena di pesantren tersebut para santrinya bermukim atau menetap. Mereka menjalani kehidupan sehari-harinya di pondok tersebut. Namun ada pula santri tidak menetap di pondok/asrama yang sering disebut dengan santri kalong dan santri kelana. Santri kalong biasanya datang ke pesantren ketika akan belajar/ngaji saja kemudian pula ke tempat tinggalnya. Santri kelana adalah santri yang berpindah-pindah dari satu pesantren ke pesantren lainnya untuk belajar/ngaji. Mereka menetap di pondok agar lebih memusatkan perhatiannya dalam mempelajari kitab-kitab. Para santri pun ingin merasakan kehidupan pesantren di sekitar kiyainya. Selain itu, pesantren berada pada tempat yang jauh dari tempat tinggal santri, biasanya pesantren itu berada di pedesaan. Ciri kedua, adanya kiyai yaitu gelar kehormatan untuk orang ahli agama sekaligus mempunyai dan memimpin pesantren. Namun ada pula tahapan yang harus ditempuh oleh seseorang agar bisa dijadikan kiyai, yaitu dari santri muda, santri senior, asatid/guru, ustadz muda, ustadz senior, kiyai muda, dan kiyai senior. Ketiga, adanya masjid. Masjid sebenarnya merupakan pusat segala kegiatan. Masjid bukan hanya sebagai pusat ibadah khusus seperti shalat dan i’tikaf tetapi sebagai tempat untuk menegakkan syariat Islam, untuk da’wah, pengajaran memperluas wawasan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan/muamalat. Masjid untuk mencetak umat yang beriman, beribadah menghubungkan jiwa dengan khaliq, umat yang beramal shaleh dalam kehidupan masyarakat, pembentukan nilai-nilai akhlak yang mulia dan amaliah, menggerakkan potensi kekuatan umat lahir dan batin. Masjid faktor penting bagi pembentukan masyarakat Islam kuat dan rapi dengan adanya komitmen terhadap sistem, aqidah, dan tatanan Islam. Keempat, dipelajarinya kitab-kitab klasik, diantaranya yang dikenal dengan kitab kuning. Disebut kitab kuning karena kertas yang digunakan kitab-kitab pada saat itu dominannya berwarna kuning. Selain memiliki ciri khas, pesantren pun melakukan pengajaran dengan metode khusus.
Metode pengajaran di pesantren dikenal dengan sistem sorogan, khalaqah, atau kelas musyawarah. Sorogan merupakan metode pengajaran yang bersifat individual. Sorogan menekankan pada keaktifan santri untuk belajar penuh dengan kedisiplinan, ketaatan, atau kerajinan. Jika santri telah memahamni suatu materi pelajaran bisa secara aktif mengajukan diri untuk diperhatikan atau diuji oleh pengajarnya yaitu ustadz atau kiyainya. Metode lainnya adalah bandongan atau weton, yaitu santri tidak belajar individual tetapi berkelompok dalam jumlah yang banyak mendengarkan pengajar/ustadz yang membaca, menerjemahkan, mengulas, atau menerangkan kitab. Khalaqah atau kelompok kelas merupakan cara belajar dalam bentuk kelompok-kelompok di kelas dipimpin oleh santri senior atau ustadznya. Sedangkan kelas musyawarah adalah cara belajar ynag sifatnya klasikal seperti diadakannya seminar.
Pesantren bukan hanya mendidik untuk mengembangkan kemampuan intelektualnya saja, tetapi juga kemampuan-kemampuan lain, yaitu kemampuan emosional dan kemampuan spiritual, perilaku dan akhlak mulianya dididik melalui sistem pesantren. Ini adalah suatu cara atau metode pendidikan yang efektif dan bukan hanya dibuktikan oleh orang-orang Islam saja, melainkan orang-orang modern sudah mengikuti pola-pola seperti ini. Bahkan sekarang ada lembaga-lembaga pendidikan yang menerapkan pola seperti pesantren, di mana peserta didiknya tinggal di suatu tempat tetapi namanya diganti dengan nama lain, misalnya disebut dengan boarding school atau sekolah berasrama. Jadi pesantren ini sebetulnya merupakan suatu lembaga pendidikan warisan nenek moyang bangsa Indonesia yang perlu dipertahankan karena mengandung nilai yang positif. Ternyata cukup efektif untuk membangun sumber daya manusia yang nanti bisa berperan di dalam pembangunan nasional.
Jika ditelusuri tentang keberadaannya, pesantren ini sebetulnya merupakan suatu lembaga yang bukan hanya suatu tempat seperti pada umumnya, tetapi semuanya didirikan oleh masyarakat. Pesantren itu biasanya dimiliki oleh kiyai atau oleh masyarakat yang berasal dari wakaf. Bahkan pada umumnya pesantren itu tidak ada yang pengelolaannya dibantu oleh negara, sehingga pesantren itu benar-benar suatu lembaga pendidikan yang mandiri, tetapi memberikan kontribusi yang cukup berarti terhadap pembangunan pendidikan di Indonesia. Sehingga menjadi konsep pendidikan yang dicanangkan oleh lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengurusi bidang pendidikan dan kebudayaan (UNESCO) yang memberikan imbauan dan anjuran bahwa setiap negara harus menerapkan atau melaksanakan pendidikan untuk semua (education for all). Maksudnya adalah setiap warga negara usia sekolah seharusnya tidak boleh ada yang di luar sekolah atau madrasah. Penerapan education for all ini khusus untuk konteks negara Indonesia, sebagai salah satu anggota PBB, diterapkan dalam bentuk pendidikan wajib atau wajib belajar yang sedang diterapkan yaitu wajib belajar pendidikan dasar (wajar dikdas) sembilan tahun. Jika merujuk pada pengertian wajib dalam agama, karena dikatakan wajib belajar, maka orang yang meninggalkan kewajibannya itu akan memperoleh siksa dari Allah swt. nantinya. Sedangkan bagi orang yang melaksanakannya akan memperoleh pahala. Kalau wajib belajar itu diterapkan, maka seharusnya setiap muslim wajib mengikuti pelajaran. Bahkan menurut ajaran Islam wajib belajar itu bukan hanya sembilan tahun, tetapi minal mahdi ilallahdi, dari buaian ibu sampai ke liang lahat (meninggal). Namun dalam konteks pendidikan formal di negara kita, wajib belajar itu sekurang-kurangnya masuk sekolah atau wajib hadir dan mengikuti pendidikan di lembaga pendidikan baik itu sekolah, madrasah, atau pesantren.
Pesantren telah menunjukkan kiprahnya bahwa dia menyediakan lembaga pendidikan untuk orang-orang yang tidak bisa sekolah. Kalau kita melihat data statistik pada umumnya para santri ini adalah dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Umumnya yang menengah ke atas hanya sedikit yang mau masuk pesantren karena berbagai alasan. Hal ini terjadi karena pada umumnya di pesantren itu tidak pernah dipungut bayaran dan orang yang tidak mampu bisa memperoleh pendidikan dan bisa makan, yaitu dengan cara ikut bekerja membantu kiyainya seperti mengelola agribisnis atau peternakan. Pesantren mempunyai peran yang cukup besar di dalam rangka memandirikan orang, dan juga memberikan kontribusi terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat kalau dikelola dengan baik. Misalnya, santri yang tidak punya biaya dia bisa belajar di pesantren. Untuk bekal keperluan hidupnya sehari-hari di pesantren dia bisa membantu kiyai yang kebetulan memiliki sawah, peternakan, atau usaha lain. Cara seperti ini terbukti berhasil untuk memandirikan pesantren dan santrinya. Sekarang pun pesantren yang dibina oleh pemerintah Departemen Agama mampu menyelenggarakan dan menghimpun keuntungan-keuntungan yang cukup besar dari usaha-usaha melalui kegiatan swadaya yang juga melibatkan mayarakat luas di sekitar pesantren dan menghasilkan keuntungan yang cukup besar bisa untuk membiayai kehidupan pesantren dan santrinya.
Pesantren sudah membuktikan bahwa sekarang bisa memberdayakan umat sebagai upaya mengisi kemerdekaan, setelah dahulu pun pesantren berperan memproklamasikan kemerdekaan. Jadi yang harus dilakukan supaya pesantren-pesantren yang jumlahnya cukup banyak adalah dengan pemberdayaan pesantren tersebut. Pemberdayaan yang dilakukan antara lain pertama, santri-santri yang punya kemampuan tinggi diberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. Santri-santri tersebut ternyata memperoleh hasil yang luar biasa baiknya sehingga menjadi sumber daya manusia yang bagus pula. Jadi kalau memang betul-betul mengelola pesantren dengan baik, maka akan menghasilkan sumber daya manusia yang baik pula. Sumber daya manusia inilah yang akan membuat Indonesia baru di masa yang akan datang. Mereka mempunyai kemampuan intelektual yang bagus, kemampuan keislaman yang bagus pula, dan insya Allah berakhlak mulia (akhlakul karimah). Kedua, pesantren melatih keterampilan-keterampilan tertentu kepada santrinya lalu menularkan keterampilan-keterampilan itu kepada pesantren lainnya, sehingga membentuk kelompok-kelompok yang nantinya bisa memberdayakan masyarakat sekitarnya. Ketiga menjalankan program-program pemberdayaan yang dibina dan dibimbing oleh lembaga-lembaga pendidikan tinggi untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan santri dari aspek pengetahuan atau keterampilannya. Kemandirian yang ditunjukan pesantren ini menjadikannya tidak memiliki ketergantungan terhadap pemerintah. Kalaupun diberikan bantuan mereka akan mengelolanya dengan amanah.
Untuk mewujudkan pesantren yang mandiri dihadapkan pada suatu tantangan yang sangat berat seperti pada era globalisasi ini. Dunia sudah tidak ada batasan-batasan lagi. Pada awalnya globalisasi hanya pada beberapa aspek kehidupan saja yaitu food (makanan), fashion (pakaian), dan fun (hiburan). Makanan (food) yang biasa disantap oleh orang-orang di negara lain dengan mudah didapatkan di negara kita. Begitu pula gaya berpakaian yang dikenakan oleh orang-orang asing yang cenderung bebas dengan cepat ditiru oleh bangsa kita, terutama generasi muda yang memang menyukai gonta-ganti mode pakaian. Padahal tidak sedikit mode pakaian itu yang bertentangan dengan adat atau norma-norma yang berlaku di masyarakat atau ajaran-ajaran agama. Tempat-tempat hiburan pun bisa ditemukan di mana-mana. Namun sekarang globalisasi sudah merambah ke berbagai aspek kehidupan terutama yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Dalam dunia yang yang sudah global ini perubahan yang terjadi dalam berbagai aspek kehidupan berlangsung sangat cepat karena pengaruh informasi yang datang silih berganti sehingga susah untuk dikendalikan. Perubahan-perubahan itu ada yang berdampak negatif ada pula yang positif. Dampak negatif ini dapat mengubah pengetahuan, sikap dan perilaku peserta didik ke arah yang jelek yang bertentangan dengan agama. Misalnya, gaya hidup yang tidak sesuai dengan ajaran-ajaran agama dan norma-norma di masyarakat. Dampak positifnya adanya kemajuan dalam bidang sains dan teknologi. Tantangan dan persaingan bukan hanya datang dari bangsa sendiri tetapi datang dari bangsa lain. Oleh karena itu, jika masih terkungkung dalam tradisi-tradisi konservatif, maka akan tertinggal. Namun bukan berarti harus mengikuti semua kemajuan tesebut. Artinya santri-santri bukan hanya menguasai ilmu-ilmu keislaman yang diperoleh dan dikaji dari kitab-kitab kuning saja di pondok pesantren, tetapi juga diberikan keterampilan-keterampilan yang bersumber dari ilmu pengetahuan dan teknologi dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, asalkan tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam.
Upaya Meningkatkan Kemandirian Pesantren
Dalam rangka meningkatkan kemandirian pesantren dalam perannya untuk kemaslahatan umat dan kesejahteraan masyarakat sedikitnya ada tiga hal yang harus dimiliki oleh pesantren, pertama, adalah pengembangan sumber daya manusia. Pengembangan sumber daya manusia di pesantren bukan hanya kepada pengurus, ustadz, atau kiyainya saja tetapi juga kepada para santrinya. Tentu saja dalam bidang-bidang yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Sebagai pengelola pesantren perlu mengerti bagaimana mengatur dan mengelola struktur organisasi/lembaga pendidikan yang bagus. Kegiatan mengelola ini sifatnya sederhana tetapi jika tidak mengikuti konsep-konsep ilmu pengetahuan yang baik, hasilnya belum tentu bagus. Kegiatan pengelolaan/manajemen ini tidak ada pertentangan dengan ajaran Islam. Mengelola itu dimulai dengan perencanaan, kemudian siapa pelakunya dan apa yang dilakukannya. Karena tidak semua melakukannya. Alat apa yang digunakan sebagai alat bantu dan bagaimana memanfaatkan alat-alat tersebut, inilah kegiatan pelaksanaan. Kemudian pelaksanaan ini tidak dibiarkan begitu saja tetapi diawasi/dikontrol. Kalau ada yang menyimpanag dalam kegiatan itu harus diluruskan lalu dievaluasi. Jadi konsep mengelola ini sangat sederhana dan tidak ada pertentangan dengan ajaran Islam.
Kedua, lembaga pesantren harus ditata. Pesantren harus bisa mengantisipasi faktor-faktor apa saja yang dibutuhkan masyarakat, seperti masyarakat membutuhkan orang-orang yang menguasai ajaran-ajaran agama Islam. Masyarakat pun membutuhkan orang-orang yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang dan akan berkembang semakin pesat sesuai dengan perkembangan jaman yang sekarang ini disebut jaman atau era globalisasi. Oleh karena itu pesantren melakukan penataan agar santri lulusannya mampu menguasai kebutuhan masyarakat tersebut yaitu orang yang menguasai ajaran-ajaran Islam sekaligus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk mewujudkan santri seperti itu maka setidaknya mereka harus memiliki enam keterampilan yaitu, kesatu menguasai atau mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi lisan atau tulisan, terutama menggunakan bahasa-bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa Arab, sehingga memperluas wawasan dan memudahkan melakukan interaksi dengan dunia global. Kedua, santri harus bisa menguasai ilmu-ilmu keislaman secara teorinya agar memiliki pemahaman tentang Islam yang kuat, teguh dan benar. Ketiga, santri menguasai ilmu-ilmu keislaman secara prakteknya agar dapat diaplikasikan dalam kehidupannya sehari-hari. Keempat, santri harus bisa membaca Al Quran dengan fasih dan memahami isinya minimal mengerti terjemahan atau artinya, karena di dalam Al Quran tersebut terdapat semua hal yang dibutuhkan oleh manusia. Namun jika Al Quran itu tidak dikaji, maka susah untuk menemukan makna kandungan Kitab suci tersebut. Kelima, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Jika santrinya gagap teknologi maka sulit untuk memanfaatkan potensi alam yang diciptakan untuk kemakmuran manusia ini. Keenam, menguasai teknologi informasi dan komunikasi atau information and communication technology (ICT), sehingga menambah dan memperluas cakrawala ilmu pengetahuan tanpa dibatasi tempat dan waktu, baik ilmu umum atau ilmu keagamaan. Santri-santri seperti inilah yang diharapkan oleh bangsa ini untuk membangun dan mengubah Indonesia menjadi negara yang mandiri tidak tergantung bantuan negara asing, sejahtera, adil, dan makmur. Mereka mampu memberdayakan sumber daya manusia dan sumber daya alam untuk kepentingan manusia yang banyak dilandasi dengan akhlak mulia sebagai bagian manusia rahmatan lil ‘alamiin, manusia yang menjadi rahmat bagi alam ini. Pada akhirnya pembangunan nasional dan hasil-hasilnya nanti selalu mendapatkan limpahan rahmat dan barokah dari Allah swt.
Ketiga, peningkatan kemandirian dengan melakukan upaya-upaya mencari dana melalui berbagai kegiatan seperti agribisnis, peternakan, perdagangan, koperasi, dan sebagainya, baik yang ada di lingkungan pesantren maupun di lingkungan sekitarnya. Kegiatan ini sangat berguna bagi santri tidak hanya ketika tinggal di pesantren, tetapi juga dalam kehidupan sebenarnya ketika mereka terjun di masyarakat. Kegiatan ini memberikan jiwa dan semangat kemandirian kepada santri untuk berwirausaha atau entrepreneurship yang mempersiapkan santri menjadi entrepreneur. Entrepreneurship dalam proses pendidikannya membekali santri dengan berbagai macam keterampilan (work skill) atau keterampilan hidup yang bisa memberikan bekal yang bermanfaat untuk menghidupi dirinya sendiri dengan tidak bergantung kepada orang lain. Dengan keterampilan kerja ini diharapkan santri mampu menciptakan lapangan kerja sendiri yang dapat melibatkan banyak orang untuk bekerja. Itulah salah satu hikmah dari hadits Rasulullah saw. bahwa manusia yang baik adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Pada akhirnya, langsung atau tidak langsung pesantren dan santrinya memberikan kontribusi yang besar dalam proses pendidikan dan pembangunan nasional karena entrepreneurship ini merupakan salah satu tulang punggung perekonomian suatu bangsa. Entrepreneurship tersebut dapat menyerap tenaga kerja yang banyak untuk mengurangi atau menghilangkan pengangguran atau kemiskinan yang masih cukup tinggi akibat krisis ekonomi yang masih belum bisa diatasi secara keseluruhan. Dengan memiliki jiwa dan semangat entrepreneurship menyebabnya adanya human capital atau kemampuan sumber daya manusia yang menjadi pondasi perekonomian negara yang kuat.
Kemandirian Santri
Santri dari berbagai pondok pesantren dinilai kemampuannya bukan hanya di dalam membaca kitab kuning di dalam tingkatan pengetahuan saja, tetapi berbagai tingkatan seperti memahami, menganalisis, serta mengaplikasikan apa yang tertulis dalam kitab-kitab kuning atau yang dituangkan oleh para pemikir Islam shalaf dalam kitab kuning itu. Pemahaman terhadap kitab kuning adalah kemampuan yang dimiliki santri di berbagai pondok pesantren khususnya pondok pesantren yang mengembangkan pendidikan salafiah karena itu pemahaman kitab kuning dianggap tolok ukur keberhasilan para santri di dalam menimba ilmu dalam pesantren. Meskipun demikian, melihat perkembangan pesantren, meskipun pesantren salafiah tetapi tidak hanya mengembangkan, memahami kitab kuning saja tetapi memahami cabang-cabang ilmu pengetahuan termasuk kategori sains dan teknologi. Namun tetap saja pemahaman kitab kuning dipandang sebagai tolok ukur keberhasilan santri di dalam menempuh pendidikan di pesantren bahkan ketika dia kembali ke masyarakat atau menjadi orang-orang yang membina pesantren biasanya itu menjadi tolok ukur di dalam menilai apakah kiayi atau ustadz yang sebetulnya. Lulusan pesantren itu menguasai ilmu agama atau tidak.
Para santri sesungguhnya dituntut memiliki kemampuan bukan hanya memahami kitab-kitab kuning tetapi juga menguasai dan memiliki kemampuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang sekarang sedang berkembang sangat pesat. Dengan demikian kemampuan ini bisa memberikan manfaat kepada banyak orang. Biasanya seseorang di masyarakat ukuran kebaikannya dirujukan dari salah satu hadits yang menyatakan sebaik-baiknya manusia adalah yang memberi manfaat kepada orang lain. Kita bisa melihat kenyataan kiyai-kiyai zaman dulu. Dahulu kiyai-kiyai tidak hanya melayani masyarakat mengajarkan kitab kuning semata, ketika ada warga sakit kiyai bisa memberikan pertolongan dan memberikan pengobatan secara tradisional. Bahkan ada keluarga yang bertengkar pun kiyai bisa memberikan konseling keluarga. Artinya kehadiran kiayi memberikan manfaat yang komprehensif di tengah-tengah masyarakat karena memiliki kemampuan komprehensif pula bukan hanya di bidang agama saja tetapi bidang lainnya juga.
Santri harus benar-benar belajar di pesantren masing-masing atau tafaqqu fiddin agar agama Islam tetap tegap berdiri dan eksis di muka bumi. Kalau tidak ada orang-orang yang mendalami agama kita khawatir ke depannya umat Islam ini tidak ada yang menguasai agama Islam bahkan yang ada para tukang pidato agama yang tidak mengerti tentang agama dalam konsep Islam. Hal ini sangat berbahaya, seperti sabda Rasulullah saw. dalam salah satu haditsnya bahwa di akhir zaman nanti banyak tukang pidato tentang agama yang menyesatkan dan dia pun sesat karena tidak mengerti agama dan sedikitnya ulama. Fenomena kekhawatiran menurunnya orang-orang yang tertarik untuk memahami agama Islam nampak juga dari sedikit sekali orang yang tertarik tentang ilmu keislaman. Di perguruan tinggi Islam banyak mahasiswa yang tidak mengambil ilmu yang berkaitan dengan agama. Dikhawatirkan orang yang mempelajari ilmu itu tidak cerdas. Hal ini mengkhawatiran, sehingga Rasulullah saw. mengingatkan dan mewanti-wanti kepada kita bahwa agama hanya untuk orang-orang yang cerdas, karena jika orang yang tidak cerdas memahami agama kecenderungannya akan menyesatkan, anarkis, dan liberalis.
Dalam agama Islam ilmu tanpa amal seperti orang tidak bertulang. Betapa pentingnya akal sebagai prinsip kehidupan dan betapa pentingnya akhlak sebagai seni kehidupan. Karena tanpa akhlak suatu bangsa tidak akan terus eksis di permukaan bumi. Sesungguhnya sesuatu umat tidak akan tetap eksis di permukaan bumi tanpa berakhlak mulia. Pada dasarnya sekarang ini kunci dari dunia ini berada pada masa yang berteknologi informasi yang dari tahun ke tahun mencapai seratus ribu kali lipat dalam dua tahun.
Kontribusi Pesantren dalam Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan tahun
Program wajib belajar pendidikan dasar (wajar dikdas) sembilan tahun dilaksanakan oleh Departemen Agama dengan mempertimbangkan kondisi dan wilayah geografis Indonesia yang sangat luas, dengan latar belakang sosial, budaya, dan ekonomi pendidikan yang heterogen. Program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun selain melalui satuan pendidikan formal MI dan MTs juga dilakukan melalui Pondok Pesantren Salafiah dan Pendidikan Kesetaraan (Paket A dan B). Pondok Pesantren Salafiah adalah pesantren yang memiliki tradisi lama. Sejak pencanangan gerakan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun melalui Inpres Nomor 1 tahun 1994, Pondok Pesantren Salafiah telah ditetapkan sebagai salah satu pola pendidikan dasar dengan “perlakukan tersendiri” dan penyetaraannya dengan pendidikan dasar. Pendidikan Kesetaraan (Paket A dan B) adalah pendidikan yang disetarakan dengan MTs. Seiring dengan dibukanya program Wajar Dikdas sembilan tahun pada Pondok Pesantren Salafiah dan Pendidikan Kesetaraan (Paket A dan B), jumlah Pondok Pesantren penyelenggara pendidikan kesetaraan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Ada pula Pendidikan Kesetaraan paket C pada Pondok Pesantren. Saat ini ada 903 Pondok Pesantren menyelenggarakan Pendidikan Kesetaraan (Paket C) dengan jumlah santri dan warga belajar sebanyak 46.374 orang.
Di samping Pondok Pesantren Salafiah ada pula Pondok Pesantren Mu’adalah yaitu satuan pendidikan keagamaan yang disetarakan dengan Aliyah/SMU. Setelah lahirnya PP Nomor 55/2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan, keberadaan Pondok Pesantren Muadalah ini akan diarahkan menjadi Pendidikan Diniyah Menegah Atas (PDMA) yang merupaka pendidikan keagamaan Islam format tingkat menengah. Saat ini, Pondok Pesantren Muadalah ini dilaksanakan di 38 Pondok Pesantren di Indonesia dengan jumlah santri peserta program muadalah sebanyak 61.744 dan dibimbing oleh 4635 guru/ustadz. Berkaitan dengan guru-guru pesantren itu sendiri terutama hak dan kewajibannya kalau dia ingin menjadi bagian dari satu sistem pendidikan nasional.
Pesantren Modern
Pesantren modern merupakan satu kebijakan untuk mengembangkan kualitas pesantren. Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan turut serta mendukung perkembangan pendidikan agama Islam yang berkualitas, yang mampu mengantarkan peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, berkepribadian, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mampu mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Di pesantren modern dalam sistem pembelajarannya menerapkan pendekatan integratif yaitu tidak adanya dikhotomi ilmu agama dan ilmu umum. Selain belajar Al Quran, Kitab-kitab dan ilmu agama lainya peserta didik pun belajar mata pelajaran lainnya atau pelajaran-pelajaran lainnya, sehingga dapat mengaitkan ilmu-ilmu agama dengan illmu umum atau dengan suasana kehidupan. Ada beberapa kemampuan yang diharapkan dapat dikuasai oleh peserta didik seperti mampu berkomunikasi dalam berbagai bahasa, minimal dua bahasa yaitu bahasa Inggris dan bahasa Arab, sehingga mampu berkomunikasi dan membaca kitab-kitab atau teks berbahasa Arab. Selain itu, peserta didik mampu membaca dan memahami Al Quran, dan mengerti terjemahannya. Bisa menjalankan praktek ibadah dengan baik dan benar. Kemampuan lainnya adalah menguasai dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti information and communikation technology (ICT). Dengan kemampuan-kemampuan yang dimiliki tersebut dapat memberikan bekal kepada peserta didik berupa perilaku yang berkualitas yaitu yang memiliki sains, ilmu pengetahuan dan teknologinya yang baik dan pemahaman dan pengamalan agama yang taat, baik, dan benar.

PERAN PESANTREN DALAM PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA (4)
Pendidikan adalah pilar utama pembangunan bangsa. Keberhasilan pendidikan suatu bangsa berkaitan erat dengan kemajuan yang dicapai. Karena itu adalah suatu keniscayaan bila pemerintah dan masyarakat memprioritaskan pembangunan bidang pendidikan secara menyeluruh. Terutama pendidikan yang membentuk karakter nasional bangsa.
 Membahas pendidikan karakter, tentu akan banyak pertanyaan yang harus dijawab. Apa arti pendidikan ?. Bagaimana sistem pendidikannya ? Siapa yang mendidik ? Kapan waktunya ? Dengan apa mendidik ? dan masih banyak lagi. Maka pada kesempatan ini, kami akan membahas permasalahan ini berdasarkan pengalaman yang sudah kami terapkan lebih dari 83 tahun di Pondok Modern Darussalam Gontor.

Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren
 Pesantren sebagai salah satu sub sistem Pendidikan Nasional yang indigenous Indonesia, mempunyai keunggulan dan karakteristik khusus dalam mengaplikasikan pendidikan karakter bagi anak didiknya (santri). Hal itu karena :
 Adanya Jiwa dan Falsafah.
Pesantren mempunyai jiwa dan falsafah yang ditanamkan kepada anak didiknya. Jiwa dan falsafah inilah yang akan menjamin kelangsungan sebuah lembaga pendidikan bahkan menjadi motor penggeraknya menuju kemajuan di masa depan.
Ada Panca Jiwa yang terdiri dari :
1. Keikhlasan
2. Kesederhanaan
3. Kemandirian
4. Ukhuwah Islamiyah dan
5. Kebebasan dalam menentukan lapangan perjuangan dan kehidupan
Panca jiwa ini menjadi landasan ideal bagi semua gerak langkah pesantren.
Pesantren juga mempunyai falsafah yang menjadi mutiara hikmah bagi seluruh penghuni pesantren. Diantaranya ada Falsaafah kelembagaan, seperti :
1. Pondok adalah lapangan perjuangan, bukan lapangan penghidupan.
2. Hidupilah Pondok, dan jangan menggantungkan hidup kepada Pondok.
3. Pondok adalah tempat ibadah dan thalabul ‘ilmi.
4. Pondok berdiri di atas dan untuk semua golongan.
Berikutnya adalah falsafah pendidikan, seperti :
1. Apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dan dikerjakan oleh santri sehari-hari adalah pendidikan
2. Hidup sekali, hiduplah yang berarti.
3. Berani hidup tak takut mati, takut mati, jangan hidup, takut hidup mati saja.
4. Berjasalah, tetapi jangan minta jasa.
5. Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya.
6. Hanya orang penting yang tahu kepentingan, dan hanya pejuang yang tahu arti perjuangan.
Sedang diantara falsafah pembelajarannya adalah :
1. Metode lebih penting daripada materi, guru lebih penting daripada metode, jiwa guru lebih penting daripada guru itu sendiri.
2. Pondok memberikan kail, tidak memberi ikan.
3. Ujian untuk belajar, bukan belajar untuk ujian.
4. Ilmu bukan untuk ilmu, tetapi ilmu untuk amal dan ibadah.

 Terwujudnya Integralitas dalam Jiwa, Nilai, Sistem dan Standar Operasional Pelaksanaan.
Terciptanya integralitas yang solid pada jajaran para pendidik hingga anak didik, terhadap pemahaman jiwa, nilai, visi, misi dan orientasi, sistem hingga standar operasional pelaksanaan yang sama.
Transformasi nilai-nilai pendidikan pesantren yang berlangsung sepanjang tahun, melalui berbagai sarana (lisan, tulisan perbuatan dan kenyataan), telah mampu memadukan seluruh komponen pesantren dalam satu barisan. Sehingga tidak terjadi tarik-menarik kepentingan dan orientasi antara satu pihak dengan lainnya. Semuanya melandasi gerak langkahnya dengan bahasa keikhlasan, kesederhanaan, kesungguhan, perjuangan dan pengorbanan untuk menggapai ridha Allah. Semua mempunyai pengertian dan keterpanggilan akan tanggungjawab untuk merealisasikan visi dan misi pendidikan pesantrennya. Semua mempunyai keterikatan pada sistem hingga kultur yang sudah terbentuk di pesantren. Karena mereka semua mempunyai kesadaran, keterpanggilan dan loyalitas baik kepada nilai, sistem maupun pemimpin. Soliditas ini menumbuhkan kekuatan yang dahsyat dalam proses pendidikan karakter di pesantren.

Terciptanya Tri Pusat Pendidikan yang Terpadu. 
Keberhasilan pendidikan tidak terlepas dari tiga faktor yang saling menopang dan mendukung, yaitu pendidikan sekolah, pendidikan keluarga dan pendidikan masyarakat, yang semua itu harus mendapat dukungan dari Pemerintah. Bila di luar lingkungan pendidikan pesantren hal ini sulit direalisasikan secara ideal dan optimal, alhamdulillah di pesantren, ketiga faktor pendidikan ini dapat dipadukan. Para santri hidup bersama dalam asrama yang padat kegiatan dan berdisiplin, dibawah bimbingan para guru dan pengasuh.
Integralitas Tri Pusat Pendidikan membantu terwujudnya integralitas kurikulum antara intra, co dan ekstra kurikuler yang saling menguatkan. Juga mewujudkan Integralitas ilmu pengatahuan, antara ilmu agama dan pengetahuan umum yang tidak terdikotomikan, serta menciptakan integralitas antara ilmu dan amal dalam kehidupan.

Totalitas Pendidikan. 
Pesantren menerapkan totalitas pendidikan dengan mengandalkan keteladanan, penciptaan lingkungan dan pembiasaan melalui berbagai tugas dan kegiatan. Sehingga seluruh apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan dikerjakan oleh santri adalah pendidikan. Selain menjadikan keteladanan sebagai metode pendidikan utama, penciptaan miliu juga sangat penting. Lingkungan pendidikan itulah yang ikut mendidik. Penciptaan lingkungan dilakukan melalui :
1. Penugasan
2. Pembiasaan
3. pelatihan
4. Pengajaran
5. Pengarahan
6. serta keteladanan.
Semuanya mempunyai pengaruh yang tidak kecil dalam pembentukan karakter anak didik. Pemberian tugas tersebut disertai pemahaman akan dasar-dasar filosofisnya, sehingga anak didik akan mengerjakan berbagai macam tugas dengan kesadaran dan keterpanggilan.
Setiap kegiatan mengandung unsur-unsur pendidikan, sebagai contoh dalam kegiatan kepramukaan, terdapat pendidikan kesederhanaan, kemandirian, kesetiakawanan dan kebersamaan, kecintaan pada lingkungan dan kepemimpinan. Dalam kegiatan olahraga terdapat pendidikan kesehatan jasmani, penanaman sportivitas, kerja sama (team work) dan kegigihan untuk berusaha.
 Pengaturan kegiatan dalam pendidikan Pesantren ditangani oleh Organisasi Pelajar yang terbagi dalam banyak bagian, sepertti bagian Ketua, Sekretaris, Bendahara, Keamanan, Pengajaran, Penerangan, Koperasi Pelajar, Koperasi Dapur, Kantin Pelajar, Bersih Lingkunan, Pertamanan, Kesenian, Ketrampilan, Olahraga, Penggerak Bahasa, dll.
 Kegiatan Kepramukaan juga ditangani oleh Koordinator Gerakan Pramuka dengan beberapa andalan; Ketua Koordinator Kepramukaan, Andalan koordinator urusan kesekretariatan, Andalan koordinator urusan keuangan, Andalan koordinator urusan latihan, Andalan koordinator urusan perpustakaan, Andalan koordinator urusan perlengkapan, Andalan koordinator urusan kedai pramuka, dan Pembina gugusdepan.
 Pendidikan organisasi ini sekaligus untuk kaderisasi kepemimpinan melalui pendidikan self government. Sementara itu pada level asrama ada organisasi sendiri, terdiri dari ketua asrama, bagian keamanan, penggerak bahasa, kesehatan, bendahara dan ketua kamar. Setiap club olah raga dan kesenian juga mempunyai struktur organisasi sendiri, sebagaimana konsulat (kelompok wilayah asal santri) juga dibentuk struktur keorganisasian. Seluruh kegiatan yang ditangani organisasi pelajar ini dikawal dan dibimbing oleh para senior mereka yang terdiri dari para guru staf pembantu pengasuhan santri, dengan dukungan guru-guru senior yang menjadi pembimbing masing-masing kegiatan. Secara langsung kegiatan pengasuhan santri ini diasuh oleh Bapak Pimpinan Pondok yang sekaligus sebagai Pengasuh Pondok.
Pengawalan secara rapat, berjenjang dan berlapis-lapis ini dilakukan oleh para santri senior dan guru, dengan menjalankan tugas pengawalan dan pembinaan, sebenarnya mereka juga sedang melalui sebuah proses pendidikan kepemimpinan, karena semua santri, terutama santri senior dan guru adalah kader yang sedang menempuh pendidikan. Pimpinan Pondok membina mereka melalui berbagai macam pendekatan;
1. Pendekatan program
2. Pendekatan manusiawi (personal) dan
3. Pendekatan idealisme.
Mereka juga dibina, dibimbing, disupport, diarahkan, dikawal, dievaluasi dan ditingkatkan. Demikianlah pendidikan karakter yang diterapkan Pondok Modern Gontor melalui berbagai macam kegiatannya. Kegiatan yang padat dan banyak akan menumbuhkan dinamika, dinamika yang tinggi akan membentuk militansi dan militansi yang kuat akan menimbulkan etos kerja dan produktivitas. Pada akhirnya anak didik akan mempunyai kepribadian yang dinamis, aktif, dan produktif dalam segala kebaikan.

Pendidikan Karakter Nasional Bangsa
 Kita menyadari bahwa pendidikan karakter dan moral sangat penting, dalam segala sektor kehidupan, kita membutuhkan moral dan akhlak karimah dalam berbangsa dan bernegara; ada etika bisnis, etika politik, etika kekuasaan dan etika pergaulan, dalam rangka membangun masyarkat madani yang adil dan makmur, adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan.
 Karakter nasional bangsa yang merupakan kualitas kepribadian tangguh yang dimiliki secara kolektif oleh masyarakat luas, dan bermuara pada nilai-nilai inti (core values) seperti amanah, menghormati orang lain dan toleran, kejujuran, kasih sayang, tanggung jawab serta kewarganegaraan (sosial), harus dipelihara dan senantiasa direvitalisasi agar selalu bisa menjadi inspirasi, pengobar semangat dan mampu berfungsi sebagai human capital sebuah bangsa karena karakter nasional menentukan ketahanan nasional bangsa yang bersangkutan.
 Untuk merealisasikan dan mengembangkan pendidikan karakter nasional bangsa ada beberapa hal yang memerlukan perhatian pemerintah dan masyarakat : yang pertama adalah penyiapan lembaga pendidikan yang berkualitas, kedua adalah penyiapan tenaga pendidik terutama para kepala sekolah yang mempunyai kapabelitas serta intergritas kepribadian tinggi dan yang ketiga adalah penciptaan lingkungan yang kondusif bagi pendidikan karakter anak bangsa.
 Pertama penyiapan lembaga pendidikan yang berkualitas. Lembaga pendidikan yang mempunyai orientasi character building, mementingkan pendidikan yang integral, mengembangkan dan meningkatkan potensi anak didik dalam segala aspek kemanusiannya. Pendidikan yang berbasis nilai, melakukan transformasi kepribadian, akhlak, tingkah laku, pola fikir dan sikap. Bukan hanya mentransfer informasi dan pengetahuan semata (aspek kognitif) dengan melalaikan aspek afektif dan spikomotorik.
 Kedua menyiapkan tenaga pendidik terutama kepala-kepala sekolah yang handal untuk merealisasikan tujuan yang ditargetkan. Tenaga pendidik merupakan ujung tombak bagi keberhasilan tujuan pendidikan. Tenaga pendidik dan kepala sekolah yang mencintai tugasnya, mempunyai ruh dan semangat idealisme tinggi, berdedikasi dan mempunyai integritas moral tangguh, mempunyai kecakapan menejerial dan mampu menjadi teladan dalam segala hal bagi anak didiknya. Mereka harus dipersiapkan sedemikian rupa agar mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi dengan senantiasa meningkatkan diri dan memperbaharui pengetahuan (refresh/up-date), bersikap terbuka terhadap hal-hal baru (open mind) dan bersikap bersedia membantu (helpful).
 Penciptaan lingkungan sekitar dan suasana yang kondusif bagi penyelenggaraan pendidikan. Diperlukan stabilitas nasional, dukungan keluarga, masyarakat, LSM maupun lembaga lain merupakan pilar-pilar pendukung bagi keberlangsungan iklim pendidikan yang produktif dan berdampak positif bagi terciptanya karakter bangsa peserta didik. Jika salah satu pilar terganggu maka seluruh proses pembelajaran pun terganggu.

Penutup dan Usulan
Langkah setrategis membangun karakter nasional bangsa adalah melalui pendidikan. Hanya negara-negara yang memiliki karakter nasional kuat yang siap bersaing ditengah globalisasi. Pesantren sebagai salah satu khazanah kekayaan budaya dan pendidikan di Indonesia bisa dijadikan model dalam pendidikan karakter bangsa.
Berkaitan dengan itu dalam rangka meralisasikan pendidikankarakter nasional bangsa ini kami mengusulkan kepada pemerintah beberapa ahal berikut ini :
1. Memperbanyak lembaga pendidikan guru yang berkualitas dan berbentuk asrama.
2. Mengadakan pendidikan yang memepersiapkan calon kepala sekolah agar menjadi pemimpin dan pendidik yang cakap.
3. Membangun lingkungan yang kondusif untuk pendidikan dan pertumbuhan generasi muda kita.
Demikianlah, sumbangan pemikiran dan pengalaman yang dapat kami persembahkan untuk ikut membangun kejayaan bangsa dan negara yang kita cintai ini. Semoga 'inayah dan taufiq Allah senantiasa menyertai kita. Amin.


Related Post:

0 komentar:

BTricks


Back to TOP